Asman.ac.id – Bencana banjir dan tanah longsor yang melanda beberapa daerah di Sumatera dan Aceh membawa dampak signifikan terhadap kesehatan masyarakat, terutama terkait risiko penyakit kulit. Pengungsi yang berada dalam kondisi lembap dan kurang higienis berpotensi mengalami gangguan kesehatan kulit akibat tercemarnya air banjir oleh berbagai polutan.
Menurut dr. Widya Khairunnisa Sarkowi, dosen Fakultas Kedokteran IPB University, air banjir yang tercemar menjadi pemicu utama masalah kulit. Dalam kondisi bencana, air biasanya bercampur dengan lumpur, sampah, dan kotoran, yang dapat memicu penyakit kulit seperti dermatitis kontak, infeksi jamur, dan infeksi bakteri. Ketiga jenis masalah ini sering terjadi pada fase tanggap darurat, terutama di kalangan pengungsi dengan akses sanitasi terbatas.
Dr. Widya menekankan pentingnya perhatian khusus pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan individu dengan penyakit kronis, yang meningkatkan risiko mereka terhadap infeksi. Gejala yang tidak boleh diabaikan mencakup kulit yang memerah, bengkak, atau nyeri, yang bisa menunjukkan infeksi. Warga disarankan untuk mencari pertolongan medis jika mengalami gejala tersebut.
Untuk mencegah penyebaran masalah kulit, masyarakat di pengungsian diimbau untuk menjaga kebersihan. Langkah-langkah sederhana, seperti mandi menggunakan air bersih dan sabun, serta tidak berbagi barang pribadi, menjadi sangat penting. Dr. Widya juga menyarankan agar setiap kali terpapar air banjir, segera membersihkan bagian kulit yang terpengaruh dan mengeringkannya dengan handuk bersih. Dengan menjaga kebersihan diri, risiko penyakit dapat diminimalisir di tengah situasi darurat ini.